PEMAHAMAN MENGENAI
NORMA ATAU KAIDAH HUKUM
(Disarikan dari buku JJH Bruggink : Refleksi tentang Hukum)
penyari :
SUHARIYONO AR
Aturan Hukum dan Kaidah Hukum akan dituangkan dalam 4 sub judul, yakni uraian
mengenai:
1. aturan hukum dan kaidah hukum (secara umum);
Aturan hukum pada dasarnya suatu bentuk pernyataan (uitspraak) yang terkait
dengan hukum. Aturan hukum, pada dasarnya, berasal dari kaidah hukum atau norma
hukum (rechtsnorm). Kaidah hukum merupakan proposisi suatu aturan hukum karena arti
dari suatu kalimat atau pernyataan adalah sama dengan proposisi dari kalimat atau
pernyataan tersebut. (Proposisi = rancangan usulan; ungkapan yang dapat dipercaya,
disangsikan, disangkal atau dibuktikan benar tidaknya = diambil dari KBBI). Kaidah
hukum dapat pula diartikan sebagai satuan bahasa yang lebih luas yakni aturan hukum.
Isi pengertian/intensi (begripsinhoud) dan lingkup pengertian/ekstensi
(begripsomvang) dapat disusun dalam suatu kaidah hukum. Isi kaidah (norminhoud)
adalah keseluruhan ciri unsur-unsur yang mewujudkan kaidah itu. Lingkup kaidah
(normomvang) adalah wilayah penerapan (toepassingsgebied) kaidah yang bersangkutan.
Arti suatu aturan hukum harus ditautkan dengan isi kaidahnya. Dari instensi dan ekstensi
di atas, terdapat 2 dalil, yakni:
“ISI KAIDAH MENENTUKAN WILAYAH PENERAPAN”
“ISI KAIDAH BERBANDING TERBALIK DENGAN WILAYAH PENERAPAN”
Dalil di atas menyatakan bahwa semakin sedikit isi kaidah hukum memuat ciriciri,
maka wilayah penerapannya semakin besar. Sebaliknya, semakin banyak isi kaidah
hukum memuat ciri-ciri, maka wilayah penerapannya semakin kecil. Perumusan kaidah
hukum digantungkan pada pembentuk peraturan, apakah akan memuat banyak ciri-ciri
atau tidak. Jika hakim dalam penerapan kaidah hukumnya memperluas isi, maka yang
berubah itu isinya, bukan aturan hukumnya. Yang terakhir ini sebagai interpretasi hakim
(bisa penafsiran ekstensif atau restrriktif dengan cara mengurangi atau menambah ciriciri).
tanda
arti
yang berarti
Dari skema di atas, dapat diambil contoh tentang kaidah hukum yang telah kita
kenal dalam KUHP, misalnya delik biasa dan delik pemberatan (pencurian biasa dan
pencurian pada malam hari atau pencurian disertai dengan kekerasan), penganiayaan
ringan, berat, dan mengakibatkan mati. Contoh di atas juga berlaku bagi aturan hukum
yang tidak tertulis (sebagai aturan yang belum ditetapkan atau dipositifkan oleh pejabat
Aturan Hukum
Kaidah Hukum
Wilayah Penerapan
sebagai hukum positif atau tidak. Hal ini termasuk juga dipersoalkan mengenai putusan
hakim yang tidak mendasarkan pada hukum positif.
2. kaidah hukum sebagai perintah;
Prototipe (model awal sebagai contoh) kaidah hukum adalah “perintah” bagi
setiap orang (umum) sebagai dasar penguat bagi pemerintah (penguasa) untuk
menegakkan hukum. Jangkauan perintah untuk setiap orang (umum) harus dipenuhi bagi
kaidah hukum.
Jika kaidah hukum sebagai perintah, maka adanya kaidah hukum itu harus tertulis
karena terkait dengan seseorang yang memberi perintah dan yang diberi perintah. Kaidah
hukum tidak tertulis tidak ada yang memberi perintah. Di samping itu, perintah berkaitan
dengan yang dialamatkan dan yang mengalamatkan. Kaidah hukum harus sampai kepada
yang dialamatkan (yang diperintah). Kadangkala kaidah hukum lebih dari perintah karena
yang diberi perintah mengharapkan, di samping taat atas perintah, juga mengemban
kewajiban terhadap orang lain yang terlibat dalam pergaulan sosial. Dari hal inilah kaidah
hukum sebagai perintah dapat ditipikasi. Jadi, kaidah adalah kaidah sosial yang
mengarahkan diri pada perbuatan mereka yang menjadi warga masyarakat tempat kaidah
hukum berlaku. Glastra van Loon/Bohtlingk mengatakan bahwa aturan-aturan hukum
mengatur hubungan-hubungan pergaulan dan bagaimana antarmereka berperilaku.
Kaidah hukum timbul dari kesadaran hukum para warganya.
Herbert Hart (menolak terhadap teorinya John Austin) yang mengatakan bahwa
kepatuhan terhadap kaidah hukum lebih banyak paksaan daripada kepatuhan itu sendiri.
Jadi, orang patuh semata-mata karena ia dipaksa untuk itu. Hart mengajarkan bahwa tidak
semua kaidah hukum terdiri atas aturan perilaku sosial, tetapi ada jenis kaidah lain yang
berkaitan dengan perilaku sosial warga masyarakat hukum, misalnya kaidah prosedur,
kaidah kewenangan, kaidah peralihan, dan kaidah pengakuan. Yang terakhir ini disebut
jenis metakaidah. Kaidah perilaku diistilahkan “primary rules”, sedangkan untuk meta
kaidah diistilahkan “secondary rules”.
3. jenis kaidah hukum;
a. kaidah hukum sebagai kaidah perilaku;
b. kaidah hukum sebagai meta kaidah;
c. kaidah mandiri dan kaidah tidak mandiri;
Ad. 3. c.
Kaidah ini hanya dapat dikemukakan suatu contoh bahwa kaidah perilaku berupa
larangan atau perintah merupakan kaidah mandiri. Dalam hal larangan dan perintah
tersebut terdapat dispensasi atau izin, maka dispensasi dan izin adalah sebagai kaidah
yang tidak mandiri karena sebagai penunjang kaidah mandiri.
KAIDAH-KAIDAH HUKUM
kaidah perilaku metakaidah
kaidah primer (H) kaidah sekunder (H)
(berkenaan kaidah perilaku)
kaidah primer (S) kaidah sekunder (S)
(kaidah sanksi)
kewajiban umum kebolehan khusus
perintah larangan dispensasi izin
terhadapnya diarahkan untuk
tidak melakukan sesuatu
terhadapnya diarahkan untuk
melakukan sesuatu
1. kaidah pengakuan;
2. kaidah perubahan;
3. kaidah kewenangan;
4. kaidah definisi;
5. kaidah penilaian.
hukum publik: hukum perdata:
1. pembentukan UU; 1. kaidah kualifikasi;
2. kehakiman; 2. kaidah kewenangan;
3. pemerintahan 3. kaidah prosedural
4. perumusan kaidah hukum dalam aturan hukum
Ad. 4
Berkenaan dengan aturan hukum yang terdiri atas kaidah hukum primer dan
kaidah sekunder dapat muncul berbagai variasi. Kaidah primer dan sekunder dapat
dirumuskan secara terpisah. Kaidah primer dapat memuat banyak unsur dan unsur-unsur
tersebut dapat disusun secara kumulatif dan juga alternatif.
Penggunaan istilah untuk kaidah perintah dan larangan, juga pembebasan dan
izin, sering mengalami kesulitan dalam menentukan diksi atau pilihan kata. Dalam
beberapa ketentuan, sering tidak konsisten dalam penggunaannya.
Pilihan Kata (diksi) Penormaan
Di Belanda, kata Bruggink, pilihan kata untuk penormaan (operator norma) juga
menimbulkan permasalahan bahasa yang juga sering berpengaruh pada kepastian hukum
karena ketidakkonstenan penggunaan istilah. Norma perintah dinyatakan dengan
bantuan kata “mengharuskan” (moeten) atau dengan ungkapan seperti “terikat untuk”
(gehouden zijn tot) atau “berkewajiban untuk” (verplicht zijn tot). Norma larangan,
perancang menggunakan kata “tidak boleh” (niet mogen) atau “dilarang” (het is
verboden).
Kesimpulan :
Kaidah hukum diungkapkan dalam aturan hukum dengan banyak cara yang berbeda. Dari
sudut pandangan teori hukum, ada usaha untuk membela pendapat bahwa kaidah hukum
itu adalah perintah. Pandangan ini oleh penulis ditolak. Kaidah hukum tidak hanya
memainkan peranan dalam hubungan antara pemberi perintah dan penerima perintah,
melainkan mempunyai jangkauan yang lebih luas. Kaidah hukum adalah kaidah sosial
yang hidup dalam masyarakat dan para para justisiabel mempertautkan harapan-harapan,
terlepas apakah aturan hukum itu secara langsung ditujukan kepada mereka atau tidak.
Aturan hukum harus dirumuskan dalam bentuk sintaksis yang tepat agar tidak
menimbulkan penafsiran karena aturan hukum akan dibaca dalam optik yang berbeda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar