Cari Blog Ini

Jumat, 22 Januari 2010

SDM

SDM UNGGUL MEMBANGUN KEBIASAAN YANG PRODUKTIF
January 3, 2010 by suaraatr2025

MEMBANGUN KEBIASAAN YANG PRODUKTIF MENJADI

MANUSIA KAYA TANPA BATAS


PENDAHULUAN


Pemahaman “mANUSIA Kaya Tanpa Batas” merupakan renungan dari pemikiran apa yang kita sebut 7M dengan membaca, menterjemahkan, meneliti, mengkaji, menghayati dan akhirnya mampu mengamalkan dalam perjalanan hidup yang abadi.

Kekuatan-kekuatan 7M menjadi bermakna dalam menggerakkan kekuatan berpikir, bila anda memperkuat daya kemauan untuk membangun kebiasaan. Jadi kemauan dan kebiasaan menjadi dua kata bermakna dalam hidup karena anda membayangkan mata uang yang memiliki nilai dua sisi yang saling bergantung dimana disatu sisi mengungkapkan kemauan berarti daya dorong sebagai kekuasaan dan disisi lain mengungkapkan kebiasaan yang berarti perbuatan-perbuatan yang kedua-duanya digerakkan oleh pikiran anda.

Oleh karena itu melatih kemauan menjadi sesuatu daya dorong dari dalam diri sendiri akan membentuk karekter anda, dengan demikian akan menjadi suatu kebiasaan – kebiasaan yang baik dengan tuntunan oleh pemahaman anda atas unsur kata kebiasaan menjadi kata bermakna.

Kata “KEBIASAAN” dari huruf menjadi kata bermakna menjadi :

(K)esadaran ; (E)sa ; (B)ahtera ; (I)slam ; (A)gama ; (S)antun ; (A)mpun ; (A)manah ; (N)iyat.


Bila unsur kata tersebut dirumuskan menjadi suatu untaian kalimat,

maka “KEBIASAAN “ adalah suatu kekuatan pikiran yang positip sebagai sifat (K)esadaran untuk mengingatkan atas kebesaran ke (E)saan Tuhan dalam menjalani (B)ahtera dengan memeluk (I)slam dalam keyakinan (A)gama-ku sebagai manusia yang selalu taat kepada ke-(S)antun-an, meminta (A)mpun untuk menjalankan (A)manah berdasarkan (N)iyat dari keinginanku.

Bertolak dari rumusan “KEBIASAAN” diatas, maka dengan memanfaatkan 7M, anda sampai pada kemampuan untuk menggerakkan kekutan berpikir baik yang disadari (akal dan hati)maupun yang tidak disadari (intuisi), oleh karena itu kebiasaan dibentuk oleh kekuatan pikiran anda sendiri yang dapat berupa dalam kerangka berpikir positif dan berpikir negatif.

Dengan memperhatikan rumusan kebiasaan yang diungkapkan diatas, maka manusia hidup dibuat untuk berpikir dalam rangka bermartabat dan berkebajikan sehingga seluruh kewajiban adalah berpikir dengan kebiasaan sebagaimana seharusnya anda mengubah takdir menjadi usaha mengubah nasib. Jadi kebiasaan pikiran akhirnya menentukan nasib anda, bukan saja nasib rohaniah anda tetapi juga keberhasilan dan atau kegagalan anda.

KEBIASAAN YANG PRODUKTIF MERUPAKAN KEHIDUPAN


Renungkanlah suatu pemikiran bahwa “hidup anda dibentuk oleh pikiran anda sendiri”, oleh karena itu mulailah dengan hidup baru yang bertolak dari “Niyat dari keingananku”, sehingga kehidupan pemikiran anda akan dapat mempengaruhi setiap aspek dari kekuatan berpikir pada 1) sikap dan perilaku ; 2) citra diri ; 3) indera ; 4) fisik ; 5) hati ; 6) pola pikir ; 7) akal ; penghargaan diri ; 9) kepercayaan diri ; 10) kondisi kejiwaan ; 11) kondisi kesehatan ; 12) produktivitas.

Oleh karena itu, kekuatan pikiran dengan memahami dan mengamalkan unsur kata dalam kebiasaan menjadi penuntun untuk mengubah hidup anda, dengan demikian unsur tersebut menjadi kekuatan untuk menggerakkan kekuatan pikiran agar dapat menuntun dalam proses berpikir positif.

Pemahaman unsur (K)esadaran :

Salah satu alat pikir yang merupakan unsur jiwa yang utama disebut dengan “kesadaran”, merupakan awal kita berpikir artinya dengan kesadaran kita dapat berorientasi meninjau serta merasakan diri sendiri serta menangkap situasi diluar diri kita.

Jadi unsur kesadaran dalam kebiasaan itu kita dapat meletakkan perhatian pada barang sesuatu sehingga dapat memusatkan kesadaran pada apa-apa itu untuk memahami dan menyadarkannya. Jadi kesadaran yang dipusatkan dapat mempertajam panca indera kita ke satu arah pusat perhatian, yang kita sebut dengan fokus. Dengan fokus, kita menempatkan kesadaran yang berpusat di otak atas sebelah kanan yang dapat dimanfaatkan sebagai alat pikir dalam usaha-usaha untuk menyadarkan diri.

Yang menjadi masalah kita adalah seberapa jauh “tingkat kesadaran” kita untuk menggrakkan kekuatan berpikir yang sangat mempengaruhi dalam aspek-aspek kehidupan yang telah kita kemukakan diatas.

Tingkat kesadaran yang paling rendah adalah apa yang disebut dengan alat pikir “kesadaran inderawi”, tingkat menengah disebut “kesadaran rasional”, tingkat tinggi disebut “kesadaran rohaniah”, tingkat tertinggi disebut “kesadaran tauhid”. Jadi tingkat kesadaran sangat mempengaruhi pola pikir dalam menjalankan fungsi berpikir.

Yang perlu diingat bahwa kesadaran tidak berarti apa-apa dalam berpikir, bila tidak dibantu alat pikir kedua yang disebut dengan „kecerdasan“(berada pada otak atas sebelah kiri) karena kesadaran menyadarkan tentang apa-apa, namun kecerdasan melaporkan kepada kita keadaan perkara dan hubungan-hubungannya. Jadi melalui kecerdasan kita dapat menangkap fakta dan informasi untuk meningkatkan masalah kita hadapi atau dengan kata lain seberapa resiko yang dihadapinya.

Kecerdasan menjadi bermakna, bila „akal“ menunjukkan untuk mencari jalan dalam memenuhi maksud dan tujuan kita. Dengan akal akan mempersoalkan dimana letaknya bahaya, apakah macam bahaya yang akan dihadapi, apakah akan segera datang tetap sebagai bahaya, bagaimana ia dapat dihindarinya. Kemudian menunjukkan cara-cara penyelesaiannya, disitulah letak pekerjaan akal.

Dengan demikian akal adalah potensi rohaniah yang memiliki pelbagai kesanggupan seperti kemampun berpikir, menyadari, menghayati, mengerti dan memahami sehingga kegiatan akal itu berpusat atau bersumber dari kesanggupan jiwa yang disebut dengan intelgensi. Akal berpusat di otak bawah sadar yang disebut hati.

Jadi dengan alat pikir tersebut yang akan dapat menuntun kita dalam usaha membangun dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan yang produktif yang mengarah pada aspek-aspek kehidupan kita di dunia dan di akhirat.


Pemahaman unsur (E)sa :


Dengan memanfaatkan alat pikir yang telah kita ungkapkan diatas, maka unsur esa dalam kebiasaan berarti kita mampu meletakkan landasan yang kuat sebagai pendorong keyakinan dan kepercayaan kita atas keesaan Tuhan, sehingga pandangan hidup ini menjadi jelas arti keberadaan manusia di dunia ini, siapa, darimana dan kemana.

Oleh karena itu ingatlah selalu makna „keesaan“ untuk menuntun kebiasaan-kebiasaan yang merupakan dasar kehidupan kita yang dapat bergerak secara otomatis dan atau yang dipikirkan terlebih dahulu secara sadar. Dengan demikian kita mampu membangun kebiasaan secara sadar berdasarkan ada daya dorong untuk membuat persiapan dalam pemahaman dan membentuk keyakinan kita


Pemahaman unsur (B)ahtera :


Bertolak dari pemahaman kesadaran dan ke-esaan, maka timbul pertanyaan „apakah kebiasaan akan mendatangkan daya tahan“, sudah tentu bila kebiasaan itu dibangun atas dasar pemikiran yang sadar, sehingga seseorang dapat mengarungi lautan yang tenang, dengan perahu intelektual akan mampu menjadi pemenang yang melewati badai yang akan memperoleh kehormatan yang sebenarnya.

Oleh karena itu, unsur bahtera dalam kebiasaan menjadi gelombang kehidupan ini akan kita hadapi, yang menjadi masalah bahwa keberhasilan dalam membentuk kebiasaan yang produktif tidak datang melalui cara yang anda pikir, ia datang melalui cara anda berpikir, maka disitulah terletak bahtera yang hendak dituju sebagai pengungkit daya ingatan dalam kekuatan berpikir.


Pemahaman unsur (I)slam :


Tidak cukup memahami kebiasaan hanya melihat kekuatan daya dorong hanya unsur kesadaran, keesaan, bahtera tanpa memahami makna anda menyerah kepada-Nya, artinya menyerah dengan sebulat hati dengan segala perintahnya dan hukum-Nya aku taati ; suruhnya aku kerjakan, larangan-Nya aku hentikan dengan segenap kerelaan. Inilah pemahaman Islam.

Jadi unsur islam dalam kebiasaan, dengan pendekatan dan melaksanakan 7M, maka menggerakkan kekuatan dari alat pikir (kesadaran, kecerdasan, akal) diharapkan menjadi benteng dalam memecahkan semua masalah kehidupan dimana setiap kesulitan pasti berakhir. Jadi mengamalkan islam dalam kehidupan anda berarti anda mampu mendorong kebiasaan yang produktif dengan kekuatan pikiran-pikiran yang dapat menuntun anda pada setiap aspek-aspek kehidupan ini.

Bayangkan dengan pemahaman unsur Islam dalam kebiasaan berarti anda adalah makhluk pilihan dan oleh karena itu anda memliki kemampuan untuk memilih bagaimana kita akan bereaksi terhadap suatu keadaan. Jadi ingatlah bahwa di setiap puncak yang telah didaki, layangkan pandangan anda untuk mencari bukit lain yang akan ditaklukkan, maka disitulah terletak anda punya kekuatan kepercayaan untuk menyerah kepada-Nya.

Pemahaman unsur (A)gama :


Unsur agama dalam kebiasaan tidak mungkin diyakini oleh manusia, kalau hanya dari sumber akal, akan tetapi haruslah dari sumber yang timbul dari perasaan dan keinsyafan hati serta petunjuk Ilahi.

Oleh karena itu, ilmu agama adalah kehidupan, sebaliknya ilmu filsafat adalah pikiran, dengan begitu agama melihat ke atas, persahabatan meninjau kedalam, sehingga agar pikiran dan kehidupan berjalan secara harmonis itu berarti anda telah siap membangun kebiasaan yang produktif, maka disitu terletak fitrah manusia dalam menjalankan agama dengan akal yang sehat, yang didorong oleh kekuatan kesadaran, keesaan, bahtera dan islam dalam pandangan hidupnya.

Jadi manusia yang lahir ke dunia dalam keadaan suci atau disebut juga dengan fitrah manusia berupa fitrah ketuhanan, sejalan dengan itu manusia sudah ada fitrah beragama yaitu fitrah untuk memeluk agama islam yang akan menuntun manusia sejalan dngan keyakinan dan kepercayaannya.

Pemahaman unsur (S)antun :


Bertolak dari kekuatan pada pemahaman atas kesadaran, esa, bahtera, islam dan agama dalam unsur kebiasaan menjadi daya dorong yang kuat untuk membangkitkan makna kesatunan dalam aspek kehidupan, oleh karena itu, maka unsur santun dalam kebiasaan hanya bisa tumbuh menjadi kepribadian yang menggambarkan karekter manusia yang mampu menaklukkan dirinya sendiri yang sejalan dengan sifat rendah hati bukan bersifat rendah diri.

Manusia dengan rendah diri punya rasa sombong pada dirinya, karena ia malu mengakui kekurangannya kepada orang lain, oleh karena itu dengan membangun kebiasaan santun akan menjadi daya dorong yang kuat untuk menjadi manusia yang rendah hati, mau mengakui keadaan hidupnya, sehingga jika dalam kekurangan mau memperbaikinya.


Pemahaman unsur (A)mpun :


Unsur ampun dalam kebiasaan merupakan karekter bagi setiap manusia yang memilik kekuatan pikiran dalam hidup yang selalu ingin melaksanakan hijrah dari suatu kesalahan menuju kearah kebaikan, yang ditopang oleh pemahaman atas kesadaran, esa, bahtera, islam, agama, santun yang menjadi kekuatan untuk mendorong manusia menggerakkan kekuatan berpikir dalam usaha menemukan jati dirinya yang sejalan dengan fitrah manusia.

Oleh karena itu, unsur ampun dalam kebiasaan menjadi penentu perjalanan hidup manusia dalam menuju perjalanan hidup yang abadi yang mendorong dalam pikirannya dengan membayangkan pemahaman anda mengenai ungkapan bahwa “bekerja untuk duniamu, seolah-olah engkau akan hidup selama-lamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah engkau akan mati esok pagi”


Pemahaman unsur (A)manah :


Kunci keberhasilan untuk menjalankan unsur amanah dalam kebiasaan menjadi pondasi hidup manusia yang ditopang oleh kebiasaan apa yang telah kita ungkapkan dari unsur kebiasaan yang disebut dengan „kesadaran, esa, bahtera, islam, agama, santun, ampun“.

Sejalan dengan keinginan untuk menjalankan unsur amanah menjadi kebiasaan-kebiasan yang produktif, maka anda harus memiliki kekuatan pikiran yang harus diasah secara terus menerus sehingga anda dapat pula untuk membayangkan dalam pikiran anda mengenai ungkapan seperti „tak ada dusun yang begitu sunyi sehingga tak dapat dicapai oleh sinar rembulan berkilauan ; demikian juga tak ada seorang manusia pun yang tak dapat melihat kebenaran ilahi dan tak memasukkannya ke dalam hatinya, asalkan ia membuka lebar-lebar jendela akal budinya“, maka disitu terletak makna manfaat dari alat pikir untuk menemukan jati diri anda sebenarnya.

Jadi alat pikir yang dimiliki oleh setiap manusia merupakan potensi yang tersembunyi dalam pikiran anda dan oleh karena itu, anda harus mampu dalam mengelola secara maksimal dalam perjalanan hidup ini.


Pemahaman unsur (N)iyat :

Unsur akhir dalam kebiasaan yang terdiri dari unsur “(k)esadran, (e)sa, (b)ahtera, (i)slam, (a)gama, (s)antun, (a)mpun, (a)manah adalah (n)iyat yang merupakan kunci untuk menentukan usaha-usaha manusia untuk menumbuh kembangkan kebiasaan yang produktif yang didukung oleh keinginan yang berlandaskan niyat, seperti halnya kemampuan anda menangkap ungkapan seperti “nilai hidup manusia bukan hartanya saja, tapi amalnya terhadap sesama manusia”

Oleh karena itu, setiap kerja harus memasang niat. Setiap orang akan mencapai apa yang dinikmatinya. Jikalau hijrahnya untuk kepentingan dunia ia Cuma akan memperoleh itu. Kalau ia cuma terpikat oleh seorang wanita, ia Cuma akan mengawininya. Maka hijrah setiap orang adalah menengok niyat yang dipasangnya sewaktu hijrah.

PENUTUP


Setiap manusia harus mampu membangun kebiasaan yang produktif dalam kehidupan, sehingga diperlukan suatu pendekatan untuk memperkuat daya kemauan yang secara berkelanjutan dapat memberikan daya dorong untuk memanfaatkan kekuatan berpikir secara positif, maka disitu terletak daya kemauan untuk keingintahuan dari yang tidak tahu menjadi tahu. Jadi apa yang dipikirkan, maka disitu terletak jalan untuk mendorong adanya usaha mewujudkan terbentuknya pikiran yang jelas, terang dan terarah.

Oleh karena itu, untuk menggerakkan pikiran-pikiran dengan melaksanakan pendekatan 7M yang mencakup (M)embaca, (M)entejemahkan, (M)eneliti, (M)engkaji, (M)enghayati, (M)emahami, (M)engamalkan dan menguraikan huruf dari kata „KEBIASAAN“ menjadi kata yang bermakna yang mencakup (K)esadaran ; (E)sa ; (B)ahtera ; (I)slam ; (A)gama ; (S)antun ; (A)mpun ; (A)manah ; (N)iyat.

Bertolak dari pemikiran diatas, maka renungkanlah suatu pemikiran bahwa „hidup anda dibentuk oleh pikiran anda sendiri“, oleh karena tu ingatlah selalu

1) untuk mendapatkan manfaat yang langsung dari hasil-hasil pemikiran itu tentang rahasia-rahasia yang terkandung di dalamnya baik yang bersifat ilimiah maupun yang bersifat peneletian ;

2) untuk membentuk jiwa dan rohani manusia supaya lebih mengenal kepada yang menciptakannya.

Jadi dengan usaha-usaha membangun dan mengembangkan kebiasaan yang produktif yang berlandaskan dari kekuatan kehidupan pemikian anda akan dapat mempengaruhi kepada hal-hal yang terkait dengan 1) sikap dan perilaku ; 2) citra diri ; 3) indera ; 4) fisik ; 5) hati ; 6) pola pikir ; 7) akal ; penghargaan diri ; 9) kepercayaan diri ; 10) kondisi kejiwaan ; 11) kondisi kesehatan ; 12) produktivitas dan sebagainya yang terkait dengan usaha-usaha mengembangkan pikiran yang terang. Oleh karena itu, tiap hari adalah hari perbaikan buat hidup anda, maka belajarlah dari kesalah atas pikiran yang negatif.

Dengan demikian ingatlah ungkapan yang mengatakan seperti „orang tidak pernah terlalu tua untuk belajar. Orang tidak pernah terlambat untuk belajar atau memperbaiki sesuatu“, sehingga apabila engkau sendirian janganlah engkau mengatakan atau berbuat sesuatu yang tercela (jahat) ; belajarlah untuk lebih merasa malu terhadap dirimu sendiri terhadap orang lain. Jadi makin banyak orang belajar, maka insyaflah dia betapa sedikitnya yang dia ketahui.

Bangunlah kebiasaan yang produktif dalam usaha anda untuk meningkatkan kebiasaan-kbiasaan yang mampu menggerakkan kekuatan pikiran anda dalam meningkatkan kedewasaan rohaniah, sosial, emosional dan intelektual dalam rangka kesiapan menuju perjalanan hidup abadi.

Senin, 18 Januari 2010

resume kaidah hukum, sistem hukum,dan asas legalitas

RESUME KAIDAH HUKUM, SISTEM HUKUM DAN ASAS LEGALITAS


Hukum adalah aturan yang tertulis yang berisi perintah dan larangan yang apabila di langgar ada sanksi yang mengikat. Ilmu hukum sendiri masih bersifat abstrak sehingga pengertian ilmu hukum dapat di jelaskan hanya menurut para ahli.seperti Menurut Tullius Cicerco (Romawi) dalam “ De Legibus”, Hugo Grotius (Hugo de Grot) dalam “ De Jure Belli Pacis” (Hukum Perang dan Damai), 1625,Thomas Hobbes dalam “ Leviathan”, 1651, Rudolf von Jhering dalam “ Der Zweck Im Recht” 1877-1882, dan dari Mochtar Kusumaatmadja dalam “Hukum, Masyarakat dan Pembinaan Hukum Nasional (1976:15),dan dari pendapat mereka dapat disimpulkan bahwa ilmu hukum pada dasarnya adalah ilmu tentang menghimpun dan mensistematisasi bahan-bahan hukum dan memecahkan masalah-masalah. Tetapi Ilmu Hukum tidak hanya membicarakan mengenai peraturan undang-undang saja melainkan juga filsafatnya. Jadi ilmu hukum tidak hanya mempersoalkan suatu tatanan hukum tertentu yang berlaku disuatu negara, Dapat disingkat bahwa subyek hukum dari ilmu hukum adalah hukum. Jadi hukum sebagai suatu fenomena dalam kehidupan manusia dimana saja dan kapan saja. Dengan demikian hukum itu dapat dilihat sebagai fenomena universal dan bukan lokal atau regional.
Pengantar Ilmu hukum adalah sarana sarana meperkenalkan ilmu hukum. sebagai sarana maka PIH ( Pengantar Ilmu Hukum) menunjukan ilmu hukum secara keseluruhan. Pengantar ilmu hukum mempelajari hukum dari segi ilmiahnya secara sentral dan universal.dikatakan universal karena pandangannya adalah kepada hukum yang berlaku kapan saja dan dimana saja tidak dibatasi dengan negara. Dan pada kesempatan ini kami akan membedah Kaidah Hukum, Sistem Hukum dan Asas Legalitas secara singkat.;


KAIDAH HUKUM

Aturan Hukum dan Kaidah Hukum akan diuraikan
mengenai:

1. Aturan Hukum dan Kaidah Hukum (secara umum);
Aturan hukum pada dasarnya suatu bentuk pernyataan (uitspraak) yang terkait dengan hukum. Aturan hukum, pada dasarnya, berasal dari kaidah hukum atau norma hukum (rechtsnorm). Kaidah hukum merupakan proposisi suatu aturan hukum karena arti dari suatu kalimat atau pernyataan adalah sama dengan proposisi dari kalimat atau pernyataan tersebut. Kaidah hukum dapat pula diartikan sebagai satuan bahasa yang lebih luas yakni aturan hukum. Isi pengertian/intensi (begripsinhoud) dan lingkup pengertian/ekstensi (begripsomvang) dapat disusun dalam suatu kaidah hukum. Isi kaidah (norminhoud) adalah keseluruhan ciri unsur-unsur yang mewujudkan kaidah itu. Lingkup kaidah (normomvang) adalah wilayah penerapan (toepassingsgebied) kaidah yang bersangkutan. Arti suatu aturan hukum harus ditautkan dengan isi kaidahnya. Dari instensi dan ekstensi di atas, terdapat 2 dalil, yakni: “ISI KAIDAH MENENTUKAN WILAYAH PENERAPAN” “ISI KAIDAH BERBANDING TERBALIK DENGAN WILAYAH PENERAPAN” Dalil di atas menyatakan bahwa semakin sedikit isi kaidah hukum memuat ciriciri, maka wilayah penerapannya semakin besar. Sebaliknya, semakin banyak isi kaidah hukum memuat ciri-ciri, maka wilayah penerapannya semakin kecil. Perumusan kaidah hukum digantungkan pada pembentuk peraturan, apakah akan memuat banyak ciri-ciri atau tidak. Jika hakim dalam penerapan kaidah hukumnya memperluas isi, maka yang berubah itu isinya, bukan aturan hukumnya. Yang terakhir ini sebagai interpretasi hakim (bisa penafsiran ekstensif atau restrriktif dengan cara mengurangi atau menambah ciriciri). tanda arti yang berarti Dari skema di atas, dapat diambil contoh tentang kaidah hukum yang telah kita kenal dalam KUHP, misalnya delik biasa dan delik pemberatan (pencurian biasa dan pencurian pada malam hari atau pencurian disertai dengan kekerasan), penganiayaan ringan, berat, dan mengakibatkan mati. Contoh di atas juga berlaku bagi aturan hukum yang tidak tertulis (sebagai aturan yang belum ditetapkan atau dipositifkan oleh pejabat Aturan Hukum Kaidah Hukum Wilayah Penerapan
yang berwenang). Mengenai aturan hukum yang tidak tertulis ini diperdebatkan apakah sebagai hukum positif atau tidak. Hal ini termasuk juga dipersoalkan mengenai putusan hakim yang tidak mendasarkan pada hukum positif.

2. Kaidah Hukum Sebagai Perintah;
Prototipe (model awal sebagai contoh) kaidah hukum adalah “perintah” bagi setiap orang (umum) sebagai dasar penguat bagi pemerintah (penguasa) untuk menegakkan hukum. Jangkauan perintah untuk setiap orang (umum) harus dipenuhi bagi kaidah hukum. Jika kaidah hukum sebagai perintah, maka adanya kaidah hukum itu harus tertulis karena terkait dengan seseorang yang memberi perintah dan yang diberi perintah. Kaidah hukum tidak tertulis tidak ada yang memberi perintah. Di samping itu, perintah berkaitan dengan yang dialamatkan dan yang mengalamatkan. Kaidah hukum harus sampai kepada yang dialamatkan (yang diperintah). Kadangkala kaidah hukum lebih dari perintah karena yang diberi perintah mengharapkan, di samping taat atas perintah, juga mengemban kewajiban terhadap orang lain yang terlibat dalam pergaulan sosial. Dari hal inilah kaidah hukum sebagai perintah dapat ditipikasi. Jadi, kaidah adalah kaidah sosial yang mengarahkan diri pada perbuatan mereka yang menjadi warga masyarakat tempat kaidah hukum berlaku. Glastra van Loon/Bohtlingk mengatakan bahwa aturan-aturan hukum mengatur hubungan-hubungan pergaulan dan bagaimana antar mereka berperilaku. Kaidah hukum timbul dari kesadaran hukum para warganya. Herbert Hart (menolak terhadap teorinya John Austin) yang mengatakan bahwa kepatuhan terhadap kaidah hukum lebih banyak paksaan dari pada kepatuhan itu sendiri. Jadi, orang patuh semata-mata karena ia dipaksa untuk itu. Hart mengajarkan bahwa tidak semua kaidah hukum terdiri atas aturan perilaku sosial, tetapi ada jenis kaidah lain yang berkaitan dengan perilaku sosial warga masyarakat hukum, misalnya kaidah prosedur, kaidah kewenangan, kaidah peralihan, dan kaidah pengakuan. Yang terakhir ini disebut jenis metakaidah. Kaidah perilaku diistilahkan “primary rules”, sedangkan untuk meta kaidah diistilahkan “secondary rules”.

3. Jenis Kaidah Hukum;
Berkaitan dengan kaidah perilaku, Stig Stromholm mengadakan pembedaanantara kaidah primer yang memuat perintah perilaku dan kaidah sekunder yang menetapkan sanksi apa yang harus dikenakan jika kaidah primer dilanggar.Di bawah ini dibahas mengenai kaidah perilaku dan meta kaidah untuk menghindari kesalah pahaman pembedaan antara kaidah primer dan kaidah sekunder.

A. Kaidah hukum sebagai kaidah perilaku;

Perintah perilaku mewujudkan isi kaidah yang dapat menampilkan diri dalam berbagaiwajah. Penggolongan isi kaidah (pada umumnya) adalah :
1) Perintah (gebod), adalah kewajiban umum untuk melakukan sesuatu;
2) Larangan (verbod), adalah kewajiban umum untuk tidak melakukan sesuatu;
3) Pembebasan (vrijstelling, dispensasi), adalah pembolehan (verlof) khusus untuk tidakmelakukan sesuatu yang secara umum diharuskan;
4) Izin (toestemming), adalah pembolehan khusus untuk melakukan sesuatu yang secara umum dilarang.
Menurut A. Hamid S. Attamimi dalam disertasinya “Peranan KeputusanPresiden Republik Indonesia dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara”. Padahalaman 314 s.d. 316 disebutkan bahwa norma yang ada dalam peraturan perundang-undangan mengandung salah satu sifat-sifat di bawah ini, yakni :
a. perintah (gebod);
b. larangan (verbod);
c. pengizinan (toestemming); dan
d. pembebasan (vrijstelling).
Berdasarkan ilmu tentang logika norma (normenlogica) yang membicarakan antara lainkuadrat norma (normen kwadraat) yakni hubungan normlogis antara keempat operatornorma tersebut dapat dikembangkan lebih jauh melalui hubungan ekuivalensi,pertentangan kontradiktor, pertentangan kontrer, hubungan subkontrer, dan hubungan subsltern atau implikatif. Dengan demikian, sifat norma hukum yang empat beserta pengembangannya itulah yang biasanya tercantum dalam peraturan perundang-undangan. Perilaku norma dan hal ini sekadar sebagai pelengkap dan pembanding. Jika diuraikan lebih lanjut, empat perilaku di atas mempunyai hubungan satu sama lain yang juga dapat memperlihatkan hubungan logikal tertentu, yakni :
1) Perintah dan larangan saling mengecualikan atau keduanya terdapat pertentangan.Dalam logika, hubungan antara keduanya disebut kontraris yakni hubungan dua proposisi umum atau universal (dua-duanya berkenaan dengan kewajiban umum)yang berbeda dalam kualitasnya (yang satu berkenaan dengan melakukan sesuatu,yang lainnya berkenaan dengan tidak melakukan sesuatu).
2) Perintah mengimplikasikan izin. Jika orang mengemban kewajibkan untukmelakukan sesuatu, maka orang tersebut juga mempunyai izin untuk melakukan hal itu. Sebaliknya, larangan mengimplikasikan pembebasan. Jika orang mempunyai kewajiban untuk tidak melakukan sesuatu, maka orang tersebut juga mempunyai izin untuk tidak melakukan sesuatu itu. Jadi, terdapat implikasi secara respektif antara perintah dan izin serta antara larangan dan dispensasi, artinya jika perilaku tertentu diperintahkan, maka orang itu juga mempunyai izin untuk berperilaku demikian, dan jika perilaku tertentu dilarang, maka orang itu juga dibebaskan dari keharusan untuk berperilaku demikian. Dalam logika, hubungan yang demikian disebut subalternasi yakni terdapat antara proposisi universal dan proposisi partikular (hubungan in berkenaan dengan di satu pihak suatu kewajiban umum dan di lain pihak suatu kebolehan khusus) yang kualitasnya sama (melakukan sesuatu dan tidak melakukansesuatu).
3) Antara izin dan dispensasi (pembebasan) tidak saling menggigit karena orang dapat mempunyai izin untuk melakukan sesuatu dan pada saat yang sama ia dapat mempunyai izin untuk tidak melakukan hal itu. Jika perilaku tertentu diperbolehkan, maka terdapat kemungkinan pada waktu yang bersamaan ia juga dibebaskan dari keharusan untuk berperilaku demikian. Namun tidak mungkin terjadi bahwa perilakutertentu tidak diperbolehkan dan orang juga tidak dibebaskan (dari keharusan) untukberperilaku demikian. Hubungan ini dalam logika disebut hubungan subkontraris.
4) Antara perintah dan dispensasi, seperti juga larangan dan izin, tidak dapat berlakubersama-sama. Bukankah orang tidak dapat mempunyai kewajiban untuk melakukan sesuatu, sedangkan ia juga diizinkan untuk tidak melakukan hal itu. Begitu juga orang tidak dapat mempunyai kewajiban untuk tidak melakukan sesuatu, padahal pada saat yang sama ia juga diperbolehkan untuk melakukan hal itu. Jadi, secara respektif antara perintah dan dispensasi serta antara larangan dan izin terdapat perlawanan. Jika perilaku tertentu diperintahkan maka orang tidak dapat dibebaskan darinya, dan jika perilaku tertentu dilarang maka orang tidak dapat memiliki izinuntuk melakukan hal itu. Namun dapat terjadi bahwa berkenaan dengan perilaku tertentu tidak terdapat perintah atau dispensasi, atau tidak terdapat larangan atau izin.Hubungan ini dalam logika disebut hubungan kontradiksi.perintah kontraris larangansubalternasi kontradiksi subalternasiizin subkontraris dispensasi

B. Kaidah Hukum Sebagai Meta Kaidah;

Di samping kaidah perilaku, terdapat kelompok besar kaidah yang menentukan sesuatu berkenaan dengan kaidah perilaku itu sendiri, yang disebut dengan metakaidah. Hart menyebut 3 macam metakaidah, dan sarjana lain menambahkan 2 macam yakni :
1) kaidah pengakuan (kaidah perilaku mana yang di dalam masyarakat hukum tertentu harus dipatuhi, misalnya larangan undang-undang berlaku surut);
2) kaidah perubahan (kaidah yang menetapkan bagaimana suatu kaidah perilaku dapat diubah, misalnya undang-undang tentang perubahan);
3) kaidah kewenangan (kaidah yang menetapkan oleh siapa dan dengan melalui prosedur yang mana kaidah perilaku ditetapkan dan bagaimana kaidah perilaku harus diterapkan, misalnya tentang kekuasaan kehakiman).
4) kaidah definisi; dan
5) kaidah penilaian.

C. Kaidah Mandiri dan Kaidah Tidak Mandiri;

Kaidah ini hanya dapat dikemukakan suatu contoh bahwa kaidah perilaku berupa larangan atau perintah merupakan kaidah mandiri. Dalam hal larangan dan perintah tersebut terdapat dispensasi atau izin, maka dispensasi dan izin adalah sebagai kaidah yang tidak mandiri karena sebagai penunjang kaidah mandiri.

Berkenaan dengan aturan hukum yang terdiri atas kaidah hukum primer dan
kaidah sekunder dapat muncul berbagai variasi. Kaidah primer dan sekunder dapat
dirumuskan secara terpisah. Kaidah primer dapat memuat banyak unsur dan unsur-unsur tersebut dapat disusun secara kumulatif dan juga alternatif.
Penggunaan istilah untuk kaidah perintah dan larangan, juga pembebasan dan
izin, sering mengalami kesulitan dalam menentukan diksi atau pilihan kata. Dalam
beberapa ketentuan, sering tidak konsisten dalam penggunaannya.
Pilihan Kata (diksi) Penormaan Di Belanda, kata Bruggink, pilihan kata untuk penormaan (operator norma) juga menimbulkan permasalahan bahasa yang juga sering berpengaruh pada kepastian hokum, karena ketidak konstenan penggunaan istilah. Norma perintah dinyatakan dengan bantuan kata “mengharuskan” (moeten) atau dengan ungkapan seperti “terikat untuk” (gehouden zijn tot) atau “berkewajiban untuk” (verplicht zijn tot). Norma larangan, perancang menggunakan kata “tidak boleh” (niet mogen) atau “dilarang” (het is verboden).


SISTEM HUKUM

Arti Sistem hukum adalah kesatuan/keseluruhan kaedah hukum yang berlaku di negara-negara/ daerah. sistem mempunyai ciri-ciri
1)terdiri dari komponen komponen yang satu sama lain berhubungan ketergantungan dan dalam keutuhan organisasi yang teratur serta terintegrasi. arti sistem dalam kaitannya dengan hukum
2)suatu susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaiotan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola, hasil dari suatu penulisan untuk mencapai suatu tujuan
Ada berbagai jenis sistem hukum yang berbeda yang dianut oleh negara-negara di dunia pada saat ini, antara lain
1)Sistem hukum Eropa Kontinental Sistem hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Hampir 60% dari populasi dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini.
2)Sistem hukum Anglo-Saxon Sistem hukum Anglo-Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika Serikat (walaupun negara bagian Louisiana mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan sistim hukum Eropa Kontinental Napoleon). Selain negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga menerapkan sistem hukum Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan, India dan Nigeria yang menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo-Saxon, namun juga memberlakukan hukum adat dan hukum agama. Sistem hukum anglo saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama pada masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman.Pendapat para ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim, dalam memutus perkara.
3)Sistem hukum adat/kebiasaan Hukum Adat adalah adalah seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan yang berlaku di suatu wilayah.
4)Sistem hukum agama Sistem hukum agama adalah sistem hukum yang berdasarkan ketentuan agama tertentu. Sistem hukum agama biasanya terdapat dalam Kitab Suci.


ASAS LEGALITAS

Asas legalitas merupakan instrumen penting perlindungan kemerdekaan individu saat berhadapan dengan negara. Karena dengan asas legalitas perbuatan yang dapat dihukum menjadi otoritas peraturan, bukan kekuasaan. sejarah kemunculan asas legalitas Legalitas pada pemunculannya memang punya intensi HAM, makanya…makin besar kebebasan manusia warga, makin kecil juga lex yang dibuat untuk mencampuri hak-hak manusia yang terbilang warga itu. Akar gagasan asas legalitas berasal dari ketentuan Pasal 39 Magna Charta (1215) di Inggris, yang menjamin adanya perlindungan rakyat dari penangkapan, penahanan, penyitaan, pembuangan, dan dikeluarkannya seseorang dari perlindungan hukum/undang-undang, kecuali ada putusan peradilan yang sah. Ketentuan ini diikuti Habeas Corpus Act (1679) di Inggris yang mengharuskan seseorang yang ditangkap diperiksa dalam waktu singkat. Pasca lahirnya Magna Charta dan Habeas Corpus Act, jaminan atas hak dan kewajiban rakyat kemudian berubah menjadi asas-asas hukum. Asas-asas hukum ini dirumuskan dalam hukum tertulis, agar memiliki jamian kepastian hukum (rechtszekerheid). Asas legalitas ini berkembang ke prancis dan Montesquieu lewat bukunya L’esprit des Lois (1748) dan bukunya Rousseau “Dus Contrat Social, ou principes du droit politique” (1762) memperkenalkan pemikiran asas legalitas, sebagai bentuk perlawanan terhadap konsep Let’s ces moi, yang didengungkan Raja Prancis saat itu (Raja LOUIS XIV). Selain perkembangan dari inggris asas legalitas juga sudah berkembang di America, dan turut mempengaruhi sistem hukum di Prancis, hal ini di kemukakan oleh Marquis de Lafayette, seorang sahabat George Washington. Di Amerika, ketentuan asas legalitas sudah dicantumkan dalam Declaration of Independence 1776, di sana disebutkan tiada seorang pun boleh dituntut atau ditangkap selain dengan, dan karena tindakan-tindakan yang diatur dalam, peraturan perundang-undangan. Pemikiran asas legalitas kemudian diimplementasikan sebagai undang-undang dalam Pasal 8 Declaration des droits de L’homme et du citoyen (1789). Asas ini kemudian dimasukkan dalam Pasal 4 Code Penal Perancis pada masa pemerintahan Napoleon Bonaparte (1801). Bunyi ketentuan ini adalah bahwa “ Tidak ada sesuatu yang boleh dipidana selain karena suatu wet yang ditetapkan dalam undang-undang dan diundangkan secara sah.” Salah satu tokoh yang memiliki peran penting pada masa itu adalah Beccaria, yang dalam bukunya “Dei delitti e drllee pene” (Over misdaden en straffen 1764) juga menyatakan bahwa individu harus dilindungi dari perbuatan sewenang-wenang. Perjalanan selanjutnya, Von Feuerbach seorang sarjana Jerman, merumuskan adagium “Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali.” Bahwa tidak delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu. Adagium ini terkandung dalam bukunya Lehrbuch des peinlichen Rechts (1801). Asas legalitas yang dikemukakan oleh Feuerbach mengandung tiga pengertian: 1)Tidak ada perbuatan dapat dipidana, apabila belum diatur dalam undang-undang. 2)Dalam menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi. 3)Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut (non retroaktif). Ketentuan asas legalitas diakui pertama kali oleh konstitusi Amerika Serikat tahun 1783, dicantumkan dalam Article I Section 9 yang berbunyi: “No bill of attainder or ex post pacto law shall be passed”. Lalu diikuti oleh Perancis di dalam Declaration des droits de L’homme et du citoyen 1789. Selanjutnya ketentuan ini diikuti oleh negara-negara yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental –kepastian hukum dijunjung tinggi-.