Cari Blog Ini

Sabtu, 16 Januari 2010

resume asas legalitas

asas legalitas merupakan instrumen penting perlindungan kemerdekaan individu saat berhadapan dengan negara. Karena dengan asas legalitas perbuatan yang dapat dihukum menjadi otoritas peraturan, bukan kekuasaan.

sejarah kemunculan asas legalitas

Legalitas pada pemunculannya memang punya intensi HAM, makanya…makin besar kebebasan manusia warga, makin kecil juga lex yang dibuat untuk mencampuri hak-hak manusia yang terbilang warga itu. Akar gagasan asas legalitas berasal dari ketentuan Pasal 39 Magna Charta (1215) di Inggris, yang menjamin adanya perlindungan rakyat dari penangkapan, penahanan, penyitaan, pembuangan, dan dikeluarkannya seseorang dari perlindungan hukum/undang-undang, kecuali ada putusan peradilan yang sah. Ketentuan ini diikuti Habeas Corpus Act (1679) di Inggris yang mengharuskan seseorang yang ditangkap diperiksa dalam waktu singkat. Pasca lahirnya Magna Charta dan Habeas Corpus Act, jaminan atas hak dan kewajiban rakyat kemudian berubah menjadi asas-asas hukum. Asas-asas hukum ini dirumuskan dalam hukum tertulis, agar memiliki jamian kepastian hukum (rechtszekerheid). Asas legalitas ini berkembang ke prancis dan Montesquieu lewat bukunya L’esprit des Lois (1748) dan bukunya Rousseau “Dus Contrat Social, ou principes du droit politique” (1762) memperkenalkan pemikiran asas legalitas, sebagai bentuk perlawanan terhadap konsep Let’s ces moi, yang didengungkan Raja Prancis saat itu (Raja LOUIS XIV). Selain perkembangan dari inggris asas legalitas juga sudah berkembang di America, dan turut mempengaruhi sistem hukum di Prancis, hal ini di kemukakan oleh Marquis de Lafayette, seorang sahabat George Washington. Di Amerika, ketentuan asas legalitas sudah dicantumkan dalam Declaration of Independence 1776, di sana disebutkan tiada seorang pun boleh dituntut atau ditangkap selain dengan, dan karena tindakan-tindakan yang diatur dalam, peraturan perundang-undangan. Pemikiran asas legalitas kemudian diimplementasikan sebagai undang-undang dalam Pasal 8 Declaration des droits de L’homme et du citoyen (1789). Asas ini kemudian dimasukkan dalam Pasal 4 Code Penal Perancis pada masa pemerintahan Napoleon Bonaparte (1801). Bunyi ketentuan ini adalah bahwa “ Tidak ada sesuatu yang boleh dipidana selain karena suatu wet yang ditetapkan dalam undang-undang dan diundangkan secara sah.” Salah satu tokoh yang memiliki peran penting pada masa itu adalah Beccaria, yang dalam bukunya “Dei delitti e drllee pene” (Over misdaden en straffen 1764) juga menyatakan bahwa individu harus dilindungi dari perbuatan sewenang-wenang.
Perjalanan selanjutnya, Von Feuerbach seorang sarjana Jerman, merumuskan adagium “Nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali.” Bahwa tidak delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu. Adagium ini terkandung dalam bukunya Lehrbuch des peinlichen Rechts (1801). Asas legalitas yang dikemukakan oleh Feuerbach mengandung tiga pengertian:
1)Tidak ada perbuatan dapat dipidana, apabila belum diatur dalam undang-undang.
2)Dalam menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi.
3)Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut (non retroaktif).

Ketentuan asas legalitas diakui pertama kali oleh konstitusi Amerika Serikat tahun 1783, dicantumkan dalam Article I Section 9 yang berbunyi: “No bill of attainder or ex post pacto law shall be passed”. Lalu diikuti oleh Perancis di dalam Declaration des droits de L’homme et du citoyen 1789. Selanjutnya ketentuan ini diikuti oleh negara-negara yang menganut sistem hukum Eropa Kontinental –kepastian hukum dijunjung tinggi-.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar